Sepanjang
orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang
merangkum lima sila (Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang
tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu?
Dia
adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid
Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad
Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya
mengalir darah Indonesia, Arab–walau pernah diurus ibu asuh
berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang
kemudian melahirkan dua anak–keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Sultan
Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst
bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai
asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang
memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Selanjutnya
dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya
dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke
Kalbar–karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
'DejaVu Sans Condensed', sans-serif; font-size: 14px; line-height: 21px;">
Tanggal
8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri
Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan
final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi
untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung
garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap
bersifat mitologis.
Sultan
Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah
disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta
bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden
Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS
melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG
Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam,
Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan
Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul”
dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini.
Inilah
karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi
dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri
Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama
kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes
Jakarta pada 15 Februari 1950.
Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II, berbentuk Garuda tradisional yang bertubuh manusia.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan
Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi
kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang
semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan
semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Penyempurnaan
kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali
Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk
cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang
menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden
Soekarno.
Tanggal
20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki
mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan
pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai
bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang
dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk
terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final
gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar
lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung,
Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada
disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke
Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton
Kadriyah, Pontianak.
Dari
transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu
penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide
perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila
dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Sultan
Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman
Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hamid_II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar